Catatan Akhir Pekan
Hj. Puji Hartini ST MM dan Pengabdian Tampa Batas (2)

Tentu konsep argentum ad nausem, atau lebih dikenal dengan teknik big ie ala Goebbels itu tidak perlu diikuti. Ini hanya sekedar gambaran tentang media.
Dalam arti positif. Rezim Orba menempatkan media sebagai kekuatan ke-empat dalam demokrasi Pancasila setelah eksikutif, legislatif dan yudikatif (trias politika).
Meski demikian, tak semua orang sreg dengan jurnalis. Kecuali orang bersih, cerdas, berwawasan luas dan berpadangan jauh kedepan.
Sebab, bila ilmu papasan apalagi dibawah standar dan sarat masalah, pasti akan apouh apah dengan interview kritis para jurnalis.
Disini jujur harus diakui tak semua wartawan punya keahlian dan memilik nyali untuk mengajukan pertanyaan tajam, mendalam dan kritis. Penulis contohnya.
Dalam konteks ketokohan di Nagan Raya, baru Puji Hatini berani bergandengan dengan media. Bahkan berkolaborasi dalam misi kemanusiaan
Melalui komunitas Puji Center bentukan dan didanai sendiri. Puji telah menempatkan awak media sebagai mitra sejajar.
Mereka sama-sama turun ke jalan dan desa-desa untuk menebarkan kebaikan kepada warga ditengah-tengah mewabahnya virus mematikan asal Wuhan, China.
Sisi pentingnya. Dengan dibentuknya komunitas Puji Center dimana ada beberapa wartawan bergabung didalam. Puji telah maju selangkah.
Puji telah melewati satu pase psikologis komunikasi untuk melangkah ketahab berikutnya.
Melalui pengabdian tampa batas, Puji telah membuka aral untuk menuju satu titik. Dimana titik itu hanya Puji dan Tuhan yang mengetahui koordinatnya. (*)
Komentar