Dinilai Lamban, Stranas PK Aceh Dilaporkan ke KSP dan Tim Stranas PK

Dinilai Lamban, Stranas PK Aceh Dilaporkan ke KSP dan Tim Stranas PK
Implementasi Stranas PK di Aceh Stagnan, MaTA dan Lakpesdam PWNU Aceh Lapor ke KSP dan Tim Stranas PK . |Foto: IST

SEURAMOE
BANDA ACEH - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan Lembaga Kajian
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (Lakpesdam
PWNU) Aceh bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan hasil kajian
implementasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) di Aceh ke Tim
Stranas PK dan Kantor Staf Presiden (KSP), di Jakarta.

Laporan
kajian implementasi Stranas PK di Aceh disampaikan dalam forum seminar publik
yang digelar di Gedung KPK pada 24 September 2019. Forum ini dihadiri oleh
Ronny Dwi Susanto selaku Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
(LKPP) dan Neneng Widasari, anggota tim Stranas PK.

Laporan
kajian implementasi Stranas PK tersebut pun juga disampaikan kepada Kantor Staf
Presiden (KSP) pada 25 September 2019 dan diterima oleh Abraham Wirotomo, staf
Deputi II di ruang kerja Deputi II KSP.

Berdasarkan
hasil kajian, implementasi Stranas PK di Provinsi Aceh dan Kota Banda Aceh
berjalan stagnan. Padahal, Stranas PK ini merupakan Peraturan Presiden (Perpres
Nomor 54 Tahun 2018) yang wajib dijalankan oleh Pemerintah Daerah untuk
memaksimalkan pencegahan korupsi di daerah.

Koordinator
Bidang Hukum dan Politik MaTA, Baihaqi mengatakan, salah satu temuan yang belum
diterapkan adalah konsolidasi pengadaan. Ini merupakan hal mendasar dan urgen
dilakukan untuk mengantisipasi pemecahan paket-paket proyek pengadaan yang
disinyalir berpotensi korupsi. 

"Selain
itu, analisis pejabat fungsional di lingkungan unit pengadaan juga belum
dilakukan," ujarnya Rabu (25/9/2019).

Sebagai
informasi, kajian MaTA dan Lakpesdam PWNU Aceh difokuskan pada dua hal.
Pertama, pada peningkatan profesionalitas dan modernisasi pengadaan barang dan
jasa dan kedua pada perbaikan tata kelola sistem peradilan terpadu.

"Khusus
di sistem peradilan terpadu, temuan MaTA dan Lakpesdam PWNU Aceh adalah
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh belum menerapkan sistem pertukaran data tingkat
pertama secara online. Sistem ini merupakan terobosan baru dalam upaya
penegakan hukum di Indonesia," jelasnya.

Sedangkan di Polda Aceh, sambung Baihaqi, Lakpesdam PWNU Aceh tidak mendapatkan informasi apapun. Mereka terkesan menutup diri untuk dimintai informasi. Bahkan surat yang disampaikan tidak ditanggapi oleh Polda Aceh. Ini merupakan kemunduran yang ditunjukkan oleh Polda Aceh.



"Selain
temuan-temuan itu, MaTA dan Lakpesdam Aceh juga menyampaikan temuan lain
seperti dugaan "pengaturan pemenang" pelelangan barang dan jasa.
Meskipun pelelangannya sudah satu pintu, namun oknum pejabat telah menetapkan
pemenang meskipun proyek tersebut belum dilelang," ungkapnya.

Temuan
lainnya, adalah masih banyaknya paket proyek yang pengadaannya masih
menggunakan pola lama dan juga beberapa dipecah-pecah menjadi beberapa paket
agar bisa dilakukan Penunjukkan Langsung (PL) oleh oknum-oknum pejabat.

Selain itu,
MaTA dan Lakpesdam PWNU Aceh juga menemukan adanya dugaan permainan harga
barang sebelum perencanaan anggaran dilakukan. Artinya, potensi korupsi sudah
didesain dari awal sebelum pekerjaan dengan kata lain telah ada
"pemufakatan jahat".

"Disisi lain, MaTA dan Lakpesdam PWNU Aceh melihat ada kesan tidak serius yang ditunjukkan oleh beberapa pejabat. Semua implementasi Stranas PK seakan-akan ditujukan kepada unit pengadaan barang dan jasa. Ini kan aneh, padahal unit ini hanya unit kecil yang perlu diawasi kinerjanya karena rawan disusupi oleh oknum-oknum pejabat," katanya lagi.



MaTA dan Lakpesdam PWNU Aceh meminta Tim Stranas PK dan KSP agar laporan ini menjadi acuan untuk memprioritaskan Aceh dalam pengawasan dan pendampingan implementasi Stranas PK. Ini bertujuan agar anggaran yang melimpah di Aceh tidak "menguap" tanpa output dan outcome yang jelas. (Hafiz)

Komentar

Loading...