Sebelum Madinah, Habasyah dan Thaif Menjadi Tujuan Hijrah

Sebelum Madinah, Habasyah dan Thaif Menjadi Tujuan Hijrah
Ilustrasi. |Foto: IST

SEJARAWAN Islam Tiar Anwar Bachtiar mengatakan, hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan umat Muslim ke Yastrib (Madinah) dilakukan setelah upaya sebelumnya berhijrah ke sejumlah kawasan menemui kegagalan. 

Terdapat
dua daerah yang pernah dijadikan umat Muslim sebagai tujuan hijrah sebelulmya,
yakni Habasyah dan Thaif.  

Tiar menyebut, hijrah ke Thaif yang hanya berjarak 80
kilometer dari Makkah menemui kegagalan karena kondisi di sana tidak kondusif
bagi kaum Muslimin untuk bertempat tinggal. Penduduk asli Thaif menolak ajakan
Nabi untuk memeluk Islam .  

Sedangkan
upaya hijrah ke Habsyah (sekarang Ethiopia) juga tak berjalan mulus. Meski umat
Muslim sempat dua kali berhijrah ke negeri yang dipimpin Raja Najasyi itu.
"Kalau ke Habsyah ya diterima tapi nggak ada orang Islam di sana. Rajanya
disana masih orang Kristen. Gagal kedua hijrah tersebut," kata Tiar. 

Tiar menyebut, sejumlah upaya hijrah itu berjarak sekitar lima tahun sebelum akhirnya Nabi dan kaum Muslimin berhasil berhijrah ke Yastrib (Madinah). Yastrib akhirnya dipilih dan diizinkan Allah, sebut Tiar, karena sudah terdapat umat muslim di sana.  

Tiar menjelaskan, keberadaan kaum Muslimin di Yastrib karena sebelum masa hijrah terdapat puluhan orang Yastrib yang datang menuju Makkah. Mereka bertemu Nabi dan memeluk agama Islam. Peristiwa itu disebut Baiat Aqabah. "Bai'at Aqabah pertama itu ada 12 orang, lalu yang kedua sebanyak 73 orang," ungkap Tiar.  



Akhirnya,
lanjut dia, 85 orang inilah yang menyebarkan ajaran Islam di Yastrib. Tiar
memperkirakan, sudah terdapat ribuan umat Muslim di Yastrib sebelum hijrahnya
Nabi.  

Tiar
menambahkan, pilihan Nabi dan kaum Muslimin untuk pergi atau berpindah atau
hijrah itu adalah sebuah tindakan menjaga keselamatan umat dan ajaran Islam.
Orang kafir di Makkah saat itu menunjukkan ketidaksukaan kepada Nabi dan ajaran
Islam dengan cara yang sangat kejam. Mereka melakukan penindasan secara fisik
dan pelarangan umat Muslim untuk beribadah.

"Pilihan untuk pergi itu juga bukan sesuatu yang mudah dilakukan Nabi, karena orang kafir berupaya membunuh Nabi dengan mengejarnya," papar Tiar.

Perjalanan
hijrah ke Yastrib yang ditempuh sekitar 10 hari perjalanan itu disambut dengan
kaum Muslimin yang ada di sana. Hingga akhirnya Nabi didapuk sebagai pemimpin
di Madinah.  

"Nabi
pun mewujudkan sebuah peradaban yang diisi tidak hanya orang Islam, tapi juga
orang kafir dan Yahudi. Nabi membuat kesepakatan yang namanya Piagam Madinah
untuk mengatur peradaban tersebut," papar Pembina komunitas Jejak Islam
untuk Bangsa (JIB) ini.

Tiar
menambahkan, hijrahnya nabi ke Madinah akhirnya dijadikan oleh Khalifah Umar
bin Khattab sebagai penanda awal kalender Hijriyah atau tahun satu Hijriyah.
Penanggalan itu masih digunakan umat Islam hingga hari ini.  

Dua hari lagi atau tepatnya 1 September 2019 Masehi, umat Islam akan menyambut tahun 1441 Hijriyah. Tiar berharap, pergantian tahun Hijriyah ini dimaknai umat Muslim sebagai saat yang tepat untuk berhijrah sebagaimana yang dilakukan nabi. Yakni, berhijrah untuk mewujudkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. (ROL)

Komentar

Loading...