Perlu Anda Ketahui..! Bolehkah Berpacaran Menurut Syariat Islam?

ADA
Pandangan
kalau pacaran itu adalah hal lumrah. Proses mengenal lawan jenis atau
diibaratkan sebagai rasa cinta dan kasih sayang dalam wujud hubungan. Namun,
Islam tidak pernah mengajarkan tentang pacaran.
Kenapa? Karena dalam realita, dua insan berlainan jenis
tidak bisa menghindar pendang-memandang dan sentuh menyentuh bila sudah
berduaan. Tentu itu tidak dibenarkan dan haram hukumnya menurut syari’at Islam.
Baginda Nabi bersabda: “Jangan sekali-kali seorang
laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali si wanita itu bersama
mahramnya.”
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah menulis atas anak Adam
bagiannya dari zina, maka pasti dia menemuinya: Zina kedua matanya adalah
memandang, zina lisannya adalah perkataan, zina hatinya adalah berharap dan
berangan-angan. Dan itu semua dibenarkan dan didustakan oleh kemaluannya.”
Ketua Komisi Dakwah MUI Ustaz Moh Zaitun Rasmin
mengatakan, bahwa bagi seseorang yang ingin menikah janganlah melalui pacaran,
sebab caranya yang salah akan mempengaruhi keberlangsungan rumah tangganya
kelak. Dalam Islam yang diajarkan adalah melalui ta’aruf.
“Pacaran dalam Islam tidak boleh kecuali yang dimaksud
itu setelah akad nikah. Dalam Islam yang diajarkan untuk memiliki hunbungan
atau ke tahap nikah itu melalui ta’aruf,” kata Rasmin.
Menikah adalah suatu ibadah yang dicontohkan Rasulullah,
namun caranya dengan melalui pacaran tidak pernah dicontohkan oleh beliau.
Banyak sekali mudharat dari berpacaran, sebab perbuatan itu salah satu jalan
untuk melakukan zina.
Sedang Allah jelas-jelas melarang untuk sekedar
mendekatinya, seperti difirmankan oleh-Nya dalam Surat al-Isra ayat 32 : “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu
sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Ustaz Rasmin menjelaskan, bahwa proses ta’aruf,
seseorang dapat melibatkan orang-orang terdekat untuk membantu mencarikan
calon. Orang-orang terdekat dirasa lebih tindak tanduk orang bersangkutan dan
dapat mencarikan calon yanng sesuai dengan kriterianya.
“Dalam mencari yang terbaik dibantu dengan orang tua,
wali, sahabat yang dipercaya lalu dipertemukan itu boleh melihat, ngobrol, dan
kesempatan untuk berfikir. Kemudian pihak laki-laki melamar secara resmi dan
setelah cocok menentukan maharnya selanjutnya menikah,” kata Rasmin.
Dalam ta’aruf tidak ada pemaksaan, jika belum cocok salah satu pihak boleh saja menolak. Namun ketika keduanya cocok, maka dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni pihak laki-laki melamar dan berujung pada pernikahan.
Dalam hal mahar, menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah. (*)










Komentar