LEMKASPA: Menhan Tak Perlu Reaktif Merespon Wacana Referendum Aceh

SEURAMOE BANDA ACEH – Direktur Lembaga Kajian Strategis dan Kebijakan Stretegis Publik Aceh, (LEMKASPA) Samsul Bahri S.Pi, M.Si, meminta Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu tidak terlalu reaktif menanggapi wacana referendum yang di lontarkan oleh Muzakir Manaf.
Menurutnya, munculnya wacana referendum sebagai bentuk
kekecewaan Aceh terhadap pusat pasca perjanjian damai antara Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) dengan pemerintah Republik Indonesia (RI).
"Ini sebenarnya sikap dari kekecewaan Mualem terhadap
pusat terkait dengan isi dari butir-butir nota kesepakatan (MoU) Helsinki,"
tegasnya.
Samsul menjelaskan, ada beberapa hal penting yang belum
terpenuhi dan seharusnya di selesaikan oleh pemerintah pusat pasca MoU itu ditanda
tangani.
Misalnya Soal lambang dan bendera Aceh. Penyelesaian tapal
batas wilayah Aceh merujuk pada perjanjian peta 1 Juli 1956. Begitupun dengan
sektor perbankan dan lain-lain.
“Ini sama sekali tidak pernah dibicarakan, dan saya
menilai pihak pemerintah tidak ada niat untuk mengimplememtasi secara
menyeluruh hasil perjanjian itu. Hingga muncul seruan referendum” pungkasnya.
Sebelumnya pemerintah pusat melalui Menteri
Pertahanan Ryamizard Ryacudu
meminta mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf untuk tidak
bicara soal referendum.
“Ah, Muzakir Manaf enggak usah ngomong gitu, nanti
kalau TNI ke sana dibilang DOM (Daerah Operasi Militer) lagi,” kata Menhan di
kantornya, Kamis (30/05/2019) kemarin.
Terkait pernyataan tersebut, Samsul Bahri berharap, melalui
pesan tertutulis kepada Seuramoeaceh.com, Jumat malam (31/05/2019) mengatakan, Menhan
jangan over acting dalam menyikapi wacana tersebut.
“Aksi militer justru memperkeruh suasana. Pusat
seharusnya intropeksi diri dulu terkait point-point perjanjian yang pernah di
sepakati secara bersama,” ujarnya. (Red)
Komentar