Ustadz Abdul Somad Wajib Dibela

Oleh: M Rizal Fadillah
Inilah korban toleransi salah kaprah. Ustadz
Abdus Somad (UAS) diadukan ke polisi karena ceramah yang menyinggung patung dan
salib. Dari sisi UAS sudah ada klarifikasi bahwa di samping itu ceramah lama,
juga ceramah tersebut dilakukan di Masjid di lingkungan internal umat Islam.
Tidak mesti ada yang tersinggung. Bahwa ada
yang menyebarkan itu persoalan lain, motif penyebaran saja yang dipertanyakan.
Bila konteks da'wah ya tidak masalah. Bila motifnya adu domba harus diproses.
Dalam hukum pidana motif itu bisa menentukan melawan hukum atau tidaknya suatu
perbuatan
Kasus Laiskodat politisi Nasdem lain lagi,
di samping ceramahnya di luar konteks keagamaan juga serangan kepada partai dan
umat dilakukan secara sengaja. Laiskodat yang dilaporkan banyak pihak nyatanya
tidak diproses. Status sebagai politisi partai yang ikut berkuasa dan Kepala
Daerah sangat berpengaruh terhadap macetnya proses hukum.
Bercermin pada tingkat
"penyerangan" Viktor Laiskodat dibanding isi ceramah UAS tentu UAS
sewajarnya tidak dilakukan proses hukum. Pada aspek internal umat Islam maka
umat mesti dan akan berada di belakang UAS. Apa yang dikemukakan adalah bagian
dari pemahaman keagamaan menurut ajaran Islam. UAS harus dibela.
Umat Islam tak pernah marah apapun omongan para Pendeta di Gereja. Mau menilai domba sesat, kaum pendosa, atau apapun toh itu keyakinan agama mereka sendiri dan disampaikan pada komunitasnya sendiri.
Begitu juga sebaliknya umat lain tak perlu gelisah atau usil pada ungkapan para Da'i di masjid atau pengajian yang menilai umat selain muslim sebagai kafir, pendusta, penyembah patung atau lainnya. Sepanjang agama mengajarkan demikian. Inilah toleransi.
Tidak mungkin dan mustahil jika kepada
komunitas sendiri para Pendeta atau Da'i itu membenarkan dan memuji muji ajaran
umat lain. Apalagi menyebut salah pada ajaran sendiri. Karena wajar saja ajaran
Islam pasti akan menyatakan kafir bagi orang yang menyatakan semua agama benar.
Orang itu telah rusak akidahnya.
Toleransi kini dimaknakan keliru alias salah
kaprah. Bukan menghormati perbedaan tapi mencari cari persamaan walau dengan
cara dipaksakan. Maka tak aneh di gereja ada santri santri melantunkan shalawat
Nabi digabungkan dengan lagu rohani gerejani. Salah kaprah toleransi. Kejahilan
dalam beragama.
UAS dimasalahkan atas tuduhan penghinaan simbol agama, sampai sampai cuitan seorang politisi Ferdinand Hutahaean menyebut UAS "seorang hina". Sungguh terlalu. Cuitan Ferdinand ini di samping bisa dipolisikan dan pasti terbukti pidananya, juga tidak proporsional.
Apa yang dikemukakan UAS berargumen kuat dan dalam rangka menanamkan keimanan pada umat di lingkungan pengajiannya sendiri. Dalam sesi tanya jawab pula.
Karena pelaporan UAS bersifat tendensius, maka umat Islam mesti membela UAS, berada dibelakangnya untuk mensuport melawan ketidakadilan hukum. Kita masih yakin Polisi akan memilah dan tak akan memproses lebih lanjut laporan tersebut.
Laiskodat saja yang brutal diambangkan. Tapi jika terjadi diskriminasi pada tokoh Islam dan Ulama, maka umat Islam harus bergerak berjuang membela melawan kezaliman seperti ini.
Hukum yang diskriminatif dan alat
kepentingan tertentu adalah kesewenangan yang menyimpang dari Konstitusi.
Umat Islam mesti melawan sekuat tenaga penyimpangan dan pelecehan ini.
Ulama dan Tokoh umat mesti dibela. Allahu Akbar..!
Penulis Pemerhati Politik
dan Keagamaan
Komentar