Terkait Kontrovesi Puisi Neno Warisman, Ini Kata Buya Yahya

SEURAMOE
JAKARTA- Kontrovers Puisi Neno Warisman yang dibacakan pada
Malam Munajat 212 di Kawasan Monas, Jakarta Pusat belum lama ini terus menuai
polimik. Ada yang menilai melalui puisi tersebut, Neno dianggab mengancam
Tuhan.
BACA JUGA:
Menanggapi hal ini, melalui kanal Youtube Al-Bahja TV, Buya Yahya ulama kharismatik asal Cirebon, Jawa Barat pun angkat bicara karena Buya Yahya mendapat pertanyaan dari jamaah.
“Memang kita pernah dengar berita ini, apakah ini mengancam Allah? ‘Jika Engkau tak menangkan kami, kami khawatir tidak ada yang menyembah Kamu.’ Kalimat ini saja. Lalu ini katanya ramai, mengancam Allah dan sebagainya.
Bukan mengancam Allah. Kalau mengancam Allah begini, ‘Ya Allah Jika Engkau tak menangkan kami, kami tak akan menyembah Kamu.’ itu kurang ajar,” ungkap Buya Yahya di tengah ribuah jamaah.
Buya Yahya menjelaskan bahwa puisi atau doa yang dibacakan Neno tersebut pernah diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pada perang Badar. Hadits ini shahih riwayat Imam Muslim, Imam Ahmad, dan Hanbal.
“’Ya Allah, jika Engkau tak menangkan kami, kami
khawatir tidak ada yang menyembah Kamu. Kalimat ini bukan sebuah ancaman, bukan
ngancam Allah, tetapi ini rasa kekhawatiran. Siapa ungkapan ini diucapkan
pertama kali? Ini yang mengucapkan adalah baginda Nabi waktu di perang Badar.
Nabi ngadu kepada Allah,” kata Buya Yahya.
Pada perang Badar itu kaum Muslimin hanya berkekuatan
300 orang. Sementara pasukan kafir berjumlah 1000 lebih orang. Maka Rasulullah
pun khawatir kekalahan akan menimpa umat Islam.
“Kaum muslimin hanya 300, kaum kafir 1000 lebih. ‘Ya Allah, kalau engkau kalahkan kaum muslimin ini, maka tidak akan menyembahmu di muka bumi.’ Ini bukan berarti mengancam Allah.
Ini kekhwatiran Nabi. Karena Nabi menginginkan setiap rumah ada orang sujud, setiap sejengkal tanah ada orang sujud. Kalau orang Islam kalah, nanti orang kafir tidak ada yang sujud. Akhirnya bumi ini tempat bermaksiat semuanya. Maknanya seperti itu,” papar Buya Yahya.
Buya Yahya melanjutkan, “Kami hanya mengomentari kalimat
masalah ini. Jadi itu bukan kalimat. (*)
Komentar