Pendidikan
Debat LGBT dan Jawaban Cerdas Pelajar Indonesia

Saya mendengarkan dengan antusias.
Fatih juga sempat diserang dengan pertanyaan, bagaimana kalau ternyata anakmu LGBT?
Fatih menjawab (dengan pertama mengucap na'udzubillaahi min dzaalik), bahwa dia akan membawa anaknya untuk terapi sampai sembuh. Dia yakin bahwa pelaku LGBT itu sebetulnya bisa disembuhkan, asalkan mereka mau sembuh.
Sementara di kubu sebelah, anak-anak mantap dengan argumen senada: LGBT adalah bentuk kebebasan berekspresi. Para pelakunya harus diperlakukan sama dengan yang bukan LGBT (alias orang normal).
Dari argumen ini Fatih bertanya balik, "Berarti menurut kalian pelaku LGBT itu nggak normal, dong? Anak yang punya dua ibu atau dua bapak, kemudian mereka tau bahwa orangtuanya itu meminjam rahim / sel sperma orang lain untuk bisa hamil. Jadi siapa bapak dan ibu mereka yang sebetulnya?"
Di akhir diskusi, bu walikelas menyimpulkan bahwa mereka semua harus saling respek pada apapun pilihan/keadaan setiap orang. Selagi yang bersangkutan tidak melanggar hak orang lain dan tidak melanggar hukum, maka mereka harus bisa bertoleransi dengan perbedaan.
***
Diskusi seru antara saya dan Fatih setelah itu jadi panjang, dan berlanjut hingga saat makan malam.
Tapi intinya, saya terkagum dan bangga pada Fatih. Dia bukan saja minoritas dari segi ras maupun agama, tapi juga prinsip hidup yang berbeda tentang menyikapi LGBT. Despite all that, dia berani jadi pioneer untuk menyuarakan pendapatnya, dengan argumen yang menurutnya ada dasar yang kuat.
Komentar