Pesan Lukman al-Hakim: Tiga Sosok yang Cuma Terlihat di Tiga Situasi
Oleh Ustaz Hasan Basri Tanjung
SUATU hari, Lukman al-Hakim menasihati anaknya.
"Wahai anakku, ada tiga hal yang tak bisa diketahui, melainkan dalam tiga
keadaan. Pertama, seorang yang bijak tidak dapat diketahui kecuali pada saat
marah.
Kedua, seorang pemberani tidak dapat diketahui kecuali
pada saat perang. Ketiga, seorang saudara tidak dapat diketahui kecuali pada
saat dibutuhkan."
Petuah yang menghujam kalbu tersebut membekali kita
untuk mengetahui dengan baik pribadi seseorang, yakni pertama, seorang akan
terlihat kearifannya ketika dalam keadaan marah.
Pada saat marah akan muncul sifat atau karakter asli
yang selama ini tertutupi. Walau marah, ia mampu mengendalikan diri sehingga
tampaklah kebijakannya. Ia sanggup menahan amarah, lalu memaafkan dan bersikap
baik, (QS 3:134).
Kedua, seorang akan terlihat keberaniannya ketika berada
di medan psertempuran. Banyak orang mengaku berani, tetapi tidak siap menempuh
jalan perjuangan seperti membangun kemajuan umat yang penuh tantangan.
Keberanian bukan pada ucapan, melainkan pada sikap dan
perbuatan. Orang yang banyak bicara, tapi tak mau berkor ban adalah penakut
(pengecut). Nabi SAW pun menyu ruh kita berdoa agar terhindar dari hal
tersebut, (HR Bukhari).
Ketiga, seorang akan terlihat rasa persaudaraannya
ketika kita dalam kesusahan. Sewaktu berjaya akan banyak orang yang mengaku
saudara atau kerabat. Namun, pada saat susah atau jatuh miskin, mereka pergi
dan tak peduli.
Namun, orang yang tetap menolong agar kita bisa bangkit
dari kejatuhan atau membersamai dalam kesulitan, mereka itulah saudara yang
sebenarnya, (HR Ahmad).
Demikianlah nasihat sang pendidik teladan dengan bahasa
dan sikap yang santun untuk menanam nilai-nilai keimanan dan keadaban. Petuah
nan menghujam itu lahir dari sang ayah yang dikaruniai hikmah, (QS 31:12).
Sapaan "wahai anakku" atau "wahai
anak-anakku" ditemukan 9 ayat dalam Alquran.
Ungkapan yang memiliki makna dan konteks berbeda itu
merupakan prinsip pendidikan Islami dalam keluarga.
Seperti penanaman akidah tauhid, menjalankan ibadah,
amar makruf nahi mungkar, cerdas menyikapi situasi dan mengatasi kesulitan,
serta merangkul anak yang salah memilih jalan. Ucapan, sikap, dan tindakan
tersebut menggambarkan sosok ayah sekaligus pendidik teladan yang tulus,
tangguh, sabar, dan hangat dalam mendidik anak-anaknya.
Sebagai orang tua kita harus terus menjaga integritas diri agar patut memberi petuah kepada anak-anak. Insya Allah, dengan nasihat yang tulus akan lahir anak-anak yang bijak, pemberani, dan penyayang di masa depan, aamiin. Allahua'lam bish-shawab. (ROL)