Hati-hati! Ini Hukum Memalsukan Data Skripsi, Berikut Penjelasan Buya Yahya

Net
Buya Yahya.

SEURAMOEACEH - Dibeberapa orang menulis merupakan perkara mudah dan ada juga perkara sulit. Apalagi jika kita dihadapi dengan menulis sesuai fakta atau data ilmiah.

Latas bagaimana hukumnya jika kita menulis skripsi dengan data palsu dan bagaimana cara bertaubatnya?

Berikut Buya Yahya menjawab dalam akun Instagramnya @buyayahya_albahjah berdurasi 6.54 detik.

Sabaik-baik orang adalah orang yang menyadari ia bersalah dan mengganggap kesalahan itu sesuatu yang membahayakan di dunia dan di akhirat, khususnya di akhirat.

Ketika Anda berbuat kesalahan lalu berpikir tentang akhirat, maka itu lah iman.

Ada pun orang yang suka berbohong bahkan menyepelakan dosanya atau tidak peduli memanipulasi data, tulisan, baik tulisan dalam bentuk skripsi maupun tesis.

Dalam dunia penulisan ilmiah, Anda di haruskan untuk jujur atau menyampaikan sesuai fakta, jangan sampai Anda berbohong demi gelar yang akan Anda raih.

Hal ini disebut tidak amanah secara ilmiah dan amanah ilmiah ini merupakan amanah ilmu. Barangsiapa berbohong maka Anda terjerumus ke dalam dosa besar. Sebab di sini Anda membohongi dosen.

Maka dari itu Anda harus menyesalinya, lantas bagaimana cara Anda menyesali setelah membohongi dosen?

Secara umum, apabila kita berbohong kepada seseorang terdapat beberapa poin taubat, diantaranya:

1. Berjanji tidak akan mengulangi dosa berbohong dengan siapapun

2. Menyampaikan kebohongan tersebut kepada orang yang bersangkutan, namun apabila kebohongan tersebut membayakan Anda atau orang tersebut dan tidak ada manfaatnya kepada orang tersebut maka tidak perlu di sampaikan.

Akan tetapi jika menyampaikan kebohongan tersebut tidak membayakan Anda tetapi membayakan orang tersebut, maka dalam kasus ini Anda di wajibkan untuk mengatakan yang sebenarnya.

“Misalnya Anda berbohong tentang survei, ketika ditanyai dosen, Anda menjawab telah menyurvei, maka dalam kasus ini Anda di perbolehkan diam dan langsung bertaubat,” jelas Buya.

Karena dalam kasus tersebut tidak terdapat maslahat dan mudharatnya sebab survei maupun tidak, hal ini tidak berdampak kepada selembar kertas.

Sebelumnya, pada zaman dulu juga terdapat seorang pendusta hadist, lantas bagaimana cara bertaubatnya?

Di sini dianjurkan bagi pendusta hadist untuk berbicara di dan mengaku ia telah berbohong.

Apabila ia jujur, resikonya ia ditinggalkan oleh pengikutnya. Dalam perkara ini, jika ia tetap ingin mengajar santrinya, cukup ia menulis bahwa hadist tersebut palsu dan tidak perlu mengatakan ia periwayat hadist tersebut.

Sebab harga dirinya juga perlu di jaga, bertaubat pun perlu aturannya, agar ia tidak berat dalam bertaubat.

Kalau ia sudah di kucilkan dan di jauhkan, ia akan merasa susah dalam bertaubat.

“Intinya seperti ini, jika Anda diam dalam kebohongan dan membayakan orang lain, maka Anda wajib segera memberi tahu dan katakan Anda ingin bertaubat. Namun apabila tidak membayakan orang lain maka Anda diperbolehkan diam, kemudian bertaubat lah.” Tutupnya.(**)