Ekonomi Minus, Indonesia Belum Resesi

Tamasia
Ilustrasi.

SEURAMOE JAKARTA – Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun ini minus 5,32. Hal ini tidak menyatakan bahwa Indonesia sedang mengalami resesi.

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, Arif Budimanta menjelaskan, sebuah negara mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya berturut-turut negatif selama dua kuartal dihitung secara tahunan atau year on year (yoy).

Karena itu, saat ini Indonesia masih bisa menghindari resesi jika pertumbuhan ekonomi pada kuartal III nanti tumbuh positif.

“Jika sebuah negara mengalami pertumbuhan negatif selama 2 kuartal berturut-turut dihitung secara kuartalan (qtq) bukan secara tahunan (yoy), maka itu belum bisa disebut mengalami resesi. Konsensus semua ekonomi di seluruh dunia menyatakan resesi adalah pertumbuhan negatif perekonomian berturut-turut selama 2 kuartal dihitung secara tahunan (yoy),” jelas dia, Senin (10/8), dikutip Republika.

Ia mengatakan, pertumbuhan negatif pada kuartal II telah diprediksi sebelumnya. Kondisi tersebut merupakan dampak dari COVID-19. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi di kuartal III nanti pun masih bisa naik ke level positif.

“Di kuartal III kita punya peluang kembali ke level positif setelah bergeraknya lagi aktivitas perekonomian dengan protokol adaptasi kebiasaan baru (AKB),” pungkasnya.

Ia juga mengatakan bahwa tidak hanya Indonesia yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, melainkan beberapa negara seperti Uni Eropa yang mengalami kontraksi ekonomi hingga minus 14,4 persen, Singapura minus 12,6 persen, Amerika Serikat minus 9,5 persen, dan Malaysia yang mengalami minus 8,4 persen.

“Artinya kondisi kita relatif lebih dibandingkan dengan beberapa negara tersebut karena sejak awal Presiden memberikan arahan untuk melakukan program dan fasilitas yang sifatnya counter cyclical untuk mendorong ekonomi domestik khususnya konsumsi masyarakat sehingga tidak membuat ekonomi kita terkontraksi lebih dalam lagi,” tutup Arif.(**)