COVID-19: Problem, Reaksi dan Solusi (1)

Dok Pribadi
Musrafiyan, penilis artikel ini

Oleh: Musrafiyan*

DUNIA berduka, Covid-19 seolah bertindak bak aktor utama dalam sebuah film maupun cinema. Akibatnya, akses pergerakan mayoritas publik terbatas, nilai mata uang berbagai negara di dunia terancam melemah, ekspor dan impor antar negara terhambat, serta beragam macam kerja sama hingga perjanjian elite besar dunia terhenti.


11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) secara resmi menetapkan coronavirus disease 2019 COVID sebagai pandemi. Artinya WHO telah meyakini bahwa Covid-19 merupakan sebuah epidemi yang telah menyebar ke beberapa wilayah, negara hingga benua, dan umumnya menjangkit banyak orang di lingkup penyebarannya.


Dalam diskursus kebahasaan, istilah pandemi tidak digunakan untuk menunjukkan tingkat keparahan suatu penyakit, melainkan hanya terbatas pada tingkat penyebarannya saja. Pada kasus ini, Covid-19 menjadi pandemi pertama yang disebabkan oleh virus corona.

Sebelumnya, dunia juga pernah digemparkan oleh beberapa kasus yang masuk dalam golongan pandemi global, antara lain flu babi yang merebak pada tahun 2009 dan kasus Pandemi influenza terparah dalam catatan sejarah terjadi di Spanyol (1981), hingga menyebabkan 50 juta kematian di seluruh dunia.

Pandemi Global Impact

Data real time per Sabtu, 4 April 2020, pada pukul 17.33 GMT, laman Worldometers mencatat telah ada 1.172.565 kasus Covid-19 di 187 negara di dunia, dengan angka kematian telah mencapai 62.811 kasus.

Di Indonesia sendiri, data Covid-19 dengan perhitungan waktu yang sama telah mencapai 2.092 kasus, dengan proyeksi angka kematian 191 kasus, dan rincian pasien sembuh sebanyak 150 jiwa.


Center for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan bahwa penyebaran Covid-19 terbukti dapat menyerang berbagai kelompok usia. Analisa ini lahir berdasarkan aspek pemantauan atas fakta yang terjadi di Tiongkok.

Data tersebut menjelaskan bahwa tingkat kematian akibat Covid-19 sangat berhubungan dengan usia pasien.

Hasilnya terlihat bahwa per 11 Februari 2020, dari total 72.314 kasus Covid-19 di negeri tirai bambu tersebut, CDC mengambil sampel 44.672 kasus untuk meneliti probabilitas kematian seseorang yang positif terjangkit Covid-19.

Gambaran umumnya, tingkat kematian pasien Covid-19 sebesar 2,3%. Namun, tingkat kematian bagi pasien berusia 80 tahun ke atas melonjak 14,8%. Artinya, usia yang semakin “tua” menjadi salah satu aspek membengkaknya jumlah perhitungan kematian jiwa yang diakibatkan Covid-19.

Selain disebabkan oleh menurunnya imun dalam tubuh manusia, rentan usia 80 tahun ke atas juga tak lepas dari menurunnya produksi hormon, kekenyalan kulit, massa otot, kepadatan tulang, hingga kekuatan dan fungsi organ-organ tubuh yang semakin lemah.

World Health Organization (WHO) telah mencatat bahwa Covid-19 ini merupakan suatu virus yang data perhitungan percepatan penyebarannya masuk pada Global Red Zone, artinya WHO dalam hal ini menetapkan Covid-19 telah melewati fase Wabah dan Epidemi.

Skema perubahan penyebutan dari Wabah hingga Pandemi bukan didasari pada jumlah atau tingkat keparahan kasus, melainkan sebaran kasus secara geografi.
Awal januari 2020, Covid-19 disebut sebagai wabah ketika menjangkit penduduk Wuhan, Tiongkok.

Lambat laun, hanya dalam hitungan minggu virus ini menyebabkan pneumonia sehingga jumlah kasus penyakit tersebut langsung meningkat dengan data yang cukup signifikan. Lalu, penyebaran Wabah mencapai wilayah geografis yang lebih luas hingga menginfeksi penduduk di luar Wuhan, hingga menyentuh seluruh Wilayah Tiongkok. Akibatnya, Covid-19 mengalami peningkatan kasus dari Wabah menjadi Epidemi.


Penyebaran Covid-19 yang berstatus epidemi case pada saat itu berlanjut hingga ke negara-negara lain melalui penularan lokal hingga menimbulkan wabah di negara itu.

Dalam kasus ini, sampailah pada fase dimana negara-negara besar lainnya juga mengidap Covid-19, seperti Korea Selatan, Iran dan Italia. Bahkan hingga detik ini, United States (USA) menjadi negara dengan total kasus Covid-19 terbanyak dengan 301,147 kasus per 4 April 2020, disusul oleh Spanyol dan Italy diperingkat dua dan tiga. Bahkan hal yang cukup mengejutkan terjadi di negara Tionkok sendiri yang mengalami penurunan kasus Covid-19 secara drastis.


Berdasarkan data diatas, gambaran terburuk yang dapat kita rasakan dari lahirnya Covid-19 sebagai pandemi global ini ialah perubahan besar yang akan terjadi pada arus peta ekonomi, politik dan sosial-kemanusiaan dunia.

Tak menutup kemungkinan, dampak besar yang akan dilahirkan oleh Covid-19 ini mempengaruhi secara penuh arus pemutaran mata uang dunia yang tak pernah terlintas di pikiran kita sebelumnya.

Adapun beberapa dampak bagi negara-negara dari pandemi global ini antara lain, penundaan jadwal kompetisi olahraga di beberapa negara di dunia, mulai dari sepakbola, moto GP, Badminton, atletik, hingga olimpiade 2020.

 Anjloknya estimasi pertumbuhan ekonomi regional Asia Timur dan Pasifik di kisaran angka 2,1% hingga spekulasi perkiraan data yang paling buruk jatuh pada angka 0,5% di tahun 2020, kekurangan beras dan bahan pangan negara-negara dunia, dan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Negara Indonesia sendiri pun dalam hal ini juga turut merasakan beberapa dampak yang cukup berpengaruh secara signifikan pada status kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari hal positif hingga negatif, mulai dari kebijakan dengan aroma pergerakan yang sistematis hingga sampai pada diskursus elite yang berbau politis.

Bicara dampak, ada beberapa dampak serius yang sudah mulai dan diprediksi akan terjadi di Indonesia. Beberapa diantaranya ialah lumpuhnya sektor pariwisata, banyak karyawan yang mengharuskan mereka bekerja diluar rumah turut di PHK, proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi dimana dalam skenario terburuk diprediksi bisa mencapai angka minus 0,4% (persen).

* Penulis: Mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara dan Koordinator UKK Riset dan Publikasi Ilmiah UIN Ar-Ramiry. Besambung