Anda Ingin Nikah Muda? Baca Ini Dulu
Gairah romantisme masa muda membuat sebagian kaum muda ingin melanjtukan ke jenjang pernikahan.
Di satu sisi tentu saja baik, dimana dapat mengurangangi angka perzinahan dan aborsi. Akan tetapi hal ini juga berdampak negatif bagi kaum muda yang bertujuan menikah untuk melampiaskan hawa nafsu.
Pada hakikatnya, banyak hal yang harus dipikirkan oleh kaum muda untuk melangsungkan pernikahan.
Misalnya kesiapan kondisi ekonomi. Cukup banyak pasangan yang memikirkan konsep pernikahan ketimbang bagaimana keadaan pascapernikahan.
Menurut psikolog Roslina Verauli, pernikahan tidak dianjurkan untuk usia remaja.
Dalam dunia psikologi, usia remaja dikategorikan sekitar 9 sampai 20 tahun.
Sedangkan, menikah di atas umur 20 tahun sangat dianjurkan. "Seseorang yang berusia di atas 20 tahun dianggap sudah memiliki kemampuan mengatasi masalah tanpa melibatkan emosi," kata Roslina.
Hal itu merupakan salah satu indikator kesiapan menikah yang dapat mengurangi dampak ketidakbahagiaan dalam pernikahan.
Alangkah baiknya seseorang yang berumur di bawah 20 tahun disarankan menunda pernikahan.
Karena kata Roslina, mayoritas mereka masih berjuang menghadapi krisis identitas diri. Ditambah lagi, mereka masih mengalami masalah dalam lingkaran pertemanan, serta problem seputar percintaan berujung kegalauan hingga masalah dengan orang tua.
Menurut dia, semua masalah tersebut dapat berdampak negatif terhadap pernikahan yang akan berujung perceraian.
Meski secara psikologis pernikahan dianjurkan ketika seseorang sudah berusia di atas 20 tahun.
Menurut Guru Besar Departemen Ilmu Keluarga IPB Euis Sunarti, kesiapan fisik tanpa diimbangi kematangan mental akan sia-sia. Secara fisik, remaja berumur belasan tahun sudah siap menikah untuk kemudian berhubungan seksual. "Namun, (remaja belasan tahun) tidak siap secara mental, spiritual, emosi, dan sosial. Ini persoalan yang kita hadapi," kata Euis.
Kawula muda yang merasa fisik mereka siap menikah, tetapi dilarang orang tua dikhawatirkan melakukan seks bebas.
Namun, di sisi lain, apabila mereka diperbolehkan menikah, ditakutkan hubungan pernikahan tidak harmonis.
Untuk itu, kata Euis, peran orang tua sangat diperlukan. Terutama, untuk mendorong anaknya menikah di umur yang tepat agar dapat membangun keluarga berkualitas.