Nak, Adab Mu Cerminan Ku

Foto: voa-islam

Oleh: Siti Rahmah

DIANTARA  pilar pendidikan untuk menunjang pembentukan kepribadian anak adalah dengan mengenal adab.  Secara etimologi, kata “adab” dimaknai sebagai kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak. Adapun “beradab” berarti mempunyai adab, mempunyai budi bahasa yg baik, berlaku sopan (www.kbbi.web.id).

Sedangkan "adab" menurut para ahli fiqih dan
ahli hadits mempunyai makna dan pengertian yang berbeda. Mereka mengatakan
bahwa pengertian adab adalah menggunakan perkataan, perbuatan, dan hal ihwal
yang bagus. Ada pula diantara mereka yang mengatakan bahwa adab adalah
meninggalkan sesuatu yang membawa kejelekan (aib).

Di samping itu ada yang mengatakan bahwa pengertian adab
adalah menghiasi diri dengan hiasan orang-orang yang memiliki keutamaan.
Menurut pendapat lain, arti adab adalah tidak bermaksiat kepada Allah dan tidak
merusak harga diri. Ada pula yang mengatakan bahwa adab berarti takwa kepada
Allah. Jadi, orang yang bertakwa kepada Allah adalah orang yang beradab.

Sehingga adab adalah akhlak yang juga merupakan bentuk
pelaksanaan terhadap hukum syara'. Tentu saja adab ini wajib diajarkan kepada
anak. Bahkan sebelum anak mulai mempelajari ilmu, maka adablah yang harus
terlebih dahulu ditanamkan.

Terkait hal ini kita bisa memetik pelajaran dari kisah ulam-ulama salaf yang begitu konsen dalam penanaman adab. Bahkan mereka tidak akan melepas anak-anaknya keluar menuntut ilmu sebelum mereka yakin dengan pembentukan adab sang anak.



Seperti halnya dikisahkan oleh Imam Darul Hijrah, Imam
Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,

“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Sebagaimana Yusuf bin Al Husain juga berkata,

بالأدب تفهم العلم

“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah
memahami ilmu.”

Imam Malik juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku
untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di
kota Madinah di masanya-. Ibuku berkata

تعلم من أدبه قبل علمه

“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”

Urgensi Belajar
"Adab"

Sebagaimana kisah-kisah yang dituturkan diatas, menjadi
hal yang sangat penting bagi orangtua untuk menanamkan adab. Hilangnya adab,
rusaknya akhlak akan menjadi bencana besar dalam kehidupan. Baik di dunia
maupun di akhirat. Banyaknya kasus kerusakan adab ini nampak ditengah-tengah
masyarakat saat ini.

Di mana munculnya sikap anak yang tidak menghormati
kedua orangtuanya, gurunya atau bahkan orang yang lebih tua darinya. Lebih dari
itu, munculnya kasus-kasus anak yang membunuh orangtuanya, membunuh guru,
padahal penyebabnya hal yang sepele. Atau bahkan muncul juga kisah anak yang
memenjarakan orangtuanya, menganiaya dan berlaku semena-mena. Hal itu tidak
bisa dilepaskan dari hilangnya adab dari anak-anak kita.

Dekadensi adab ini jika dibiarkan akan menggerus roda
kehidupan menuju kehancuran. Anak tidak lagi mau mendengarkan nasihat orangtua,
anak akan cenderung memaksakan kehendaknya, ujungnya bertingkah laku tanpa ada
batasan dan aturan.

Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan. Penanaman adab menjadi sesuatu yang penting dilakukan, bahkan hal ini harus diajarkan kepada anak sebelum mereka memasuki usia baligh. Cara mengajarkan dengan tahapan-tahapan dan langkah-langkah strategis guna tercapainya tujuan.

Dalam hal ini orangtua harus memiliki acuan langkah untuk pembentukannya. Setidaknya ada enam langkah yang bisa dilakukan orangtua dalam menanamkan adab kepada anak-anaknya. Diantaranya adalah;

Yang pertama adalah dengan menanamkan akidah. Ini pondasi penting di dalam membangun kekokohan pribadi anak. Akidah yang ditanamkan secara benar akan menghujam dalam kepribadian anak. Akidah ini juga yang akan menjadi dasar bagi sang anak dalam menjalani kehidupannya. Akidah ini ibarat sebuah akar dalam sebatang pohon. Jika akarnya kuat, maka pohon pun akan tumbuh dengan kokoh, batangnya sehat, rantingnya kuat daunnya rimbun, buahnya pun manis.

Begitu manusia yang memiliki akidah yang kokoh, maka dia
akan menjadi pribadi yang kuat dalam pelaksanaan hukum Islam. Dia juga akan
bermanfaat untuk sekitar, adab dan akhlaknya terpelihara membuat orang-orang terdekatnya
nyaman berada disekitarnya. Dan ilmu yang dimilikinya pun akan menjadi ilmu
yang bermanfaat yang bisa menyejukan orang-orang yang haus akan kebenaran
Islam.

Langkah kedua dalam pembentukan adab anak adalah
mengenalkan kepribadian dan sosok Rasulullah saw. Ajarkanlah keteladan
Rasulullah supaya anak mengenal bagaimana sikap yang harus diteladani. Anakpun
akan memiliki standar yang jelas terkait adab yang harus diikuti. Lebih dari
itu akan lahir kecintaan anak kepada keagungan sosok Rasulullah Saw. Maka
dengan begitu anak akan menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladannya dalam
kehidupan.

Yang ketiga adalah teladan dari orangtua. Tentu saja
poin ini juga menjadi bagian penting dalam proses pengajaran. Bagaiman anak
bisa mengenal adab yang baik kalau orangtua tidak mengajarkan. Pengajaran ini
bisa berupa nasehat juga contoh langsung atau keteladanan. Untuk merekatkan
nasehat supaya terwujud dalam kepribadian anak maka teladan adalah unsur
penting. Bagaimana mungkin anak akan memiliki Adab yang baik jika orangtua
tidak mencontohkannya, atau mungkin apa yang disampaikan orangtua berbeda
dengan apa yang dilakukan. Maka jika hal ini terjadi justru akan menimbulkan
kebingungan tersendiri bagi anaknya.

Yang keempat adalah kenalkan dan biasakan mengucapkan kalimat-kalimat
thoyibah. Seperti membiasakan membaca  basmalah sebelum memulai sesuatu,
hamdalah setelah menyelesaikan sesuatu dan sebagainya. Dengan mengucapkan
kalimat Thoyibah maka akan menjadi rem tersendiri bagi anak agar tidak
mengucapkan kata-kata kotor atau mengumpat.

Yang kelima adalah jauhkan anak dari lingkungan buruk.
Ini tentu saja penting, lingkungan sekitar akan sangat berdampak dalam
pembiasaan perilaku baik anak. Jika dirumah kebiasaan baik sudah ditanamkan,
tapi di lingkungan justru mengajarkan sebaliknya, maka anak akan cenderung
mengikuti yang biasa dilakukan teman-temanny.

Apalagi jika kebiasaan buruk itu termasuk yang menyenangkan dan melenakan, maka bukan tidak mungkin anak akan sangat mudah mengikutinya. Termasuk disini adalah orangtua juga harus memilihkan teman bagi anak. Dengan siapa dia bergaul dan bersahabat maka itu akan menentukan kebiasaanya. Jauh-jauh hari Rasulullah sudah mengingatkan terkait hal ini dalam sabdanya yang mulia Rasulullah Saw bersabda;



“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat
seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi
mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi
darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan
pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak
engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari)

Yang terakhir adalah orangtua harus senantiasa selektif
dalam milih tayangan media. Baik media elektronik maupun media sosial. Kontrol
dan pendampingan harus senantiasa dilakukan oleh orangtua. Jangan pernah
membiarkan anak main gadget ataupun nonton TV   sendiri tanpa
dikontrol dan tanpa pendampingan.

Proses ini memang tidak mudah, tapi jika dilakukan
dengan penuh kesadaran bahwa anak adalah amanah. Maka orangtua akan
bersungguh-sungguh dalam menjalaninya, karena setiap amanah akan dimintai
pertanggung jawaban oleh Allah. Selain itu orangtua juga harus memahami bahwa
baik buruknya anak adalah cerminan dirinya. Karena anak dilahirkan dalam
kondisi firtah, maka dialah yang membentuknya, membangun karakternya dan
 mewarnai pribadinya. Oleh karena itu bentuklah kebiasaan dan karakter
anak sehingga memiliki karakter yang indah dan kepribadian kuat yaitu kepribadian
Islam.

Selama kesempatan itu ada, maka berusahalah membangun adab anak. Nikmatilah prosesnya dan bersabarlah menjalaninya. Niscaya buah dari upaya itu akan terlihat jika orangtuanya bersungguh-sungguh dalam mempersiapkannya. (*)

Dikutip dari voa-islam.com
dengan judul yang sama