Mirip Ka’bah, Menarik Minat Warga Shalat di Masjid Al Majid

Masjid al-Majid, mirip seperti Ka’bah. |Foto: Republika

JAKARTA |Masjid
yang berlokasi di Jalan H Mulya, Kampung Kawung Sari, Kelurahan Warga Mekar,
Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menarik perhatian orang
banyak.

Sebab, bentuk bangunan rumah ibadah tersebut tidak seperti
umumnya masjid di Tanah Air. Masjid al-Majid, demikian namanya, sangat
menyerupai Ka'bah, kiblat umat Islam sedunia.

Pada bangunan masjid ini, penampakan replika Ka'bah begitu
detail. Ada ornamen-ornamen yang mirip Hajar Aswad, Rukun Yamani, dan Talang
Emas. Tak hanya itu, masjid ini juga dilengkapi dengan tiruan pintu Ka'bah.

Memang, pembangunan masjid ini belum tuntas seluruhnya.
Proses itu sendiri baru mencapai 90 persen. Umpamanya, untaian kaligrafi pada
dinding replika Ka'bah ini masih dalam proses pencetakan. Bagaimanapun, Masjid
al-Majid sudah dapat berfungsi sebagai tempat shalat berjamaah.

Bagian dalam masjid ini berukuran 7x10 meter persegi.
Kapasitasnya dapat menampung tak kurang dari 150 orang jemaah. Pengunjung juga
dapat menunaikan shalat di lantai dua. Masjid al-Majid pun dilengkapi sarana
dan prasarana, semisal temppat wudhu dan toilet.

Masjid al-Majid berdiri di atas tanah wakaf. Di seluruh
Kampung Kawung Sari, masjid ini termasuk yang tertua. Bangunannya berdiri
kokoh, bersebelahan dengan rumah pimpinan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM)
setempat, Yayan Badrujaman dan Sandi Rahdian (35 tahun).

Saat ditemui dilokasi, Sandi mengungkapkan awalnya di lahan
tersebut berdiri tajug yang biasa dimanfaatkan petani untuk
beristirahat sepulang dari sawah. Ukurannya relatif kecil, yakni hanya 3x3
meter persegi.

"Tahun 1990-an, dirombak sama kakek, H Jujun, menjadi
permanen dibangun masjid. Terus karena mengalami kerusakan dilakukan perubahan
lagi Februari 2019 dan beres April," ujar Sandi Rahdian kepada Republika.co.id,
Ahad (07/07/2019).

Ide membangun masjid berbentuk ka’bah, menurutnya dilakukan
karena kondisi lahan yang terbatas. Jika membangun masjid dengan konsep pada
umumnya, maka perlu lahan yang lebih luas. Para inisiator saat itu pun
memutuskan untuk mendirikan bangunan masjid yang berbentuk Ka'bah.

Mengapa meniru kiblat umat Islam itu? Alasannya, lanjut Sandi, para inisiator diketahui senang beribadah umrah atau haji. Jadi, ada semacam kerinduan ingin kembali ke Tanah Suci.



"Saya sekeluarga sering ke Makkah," ungkapnya.

Ia mengatakan, masjid bisa diakses untuk masyarakat umum
yang hendak melaksanakan shalat lima waktu. Bahkan, Masjid al-Majid sudah
difungsikan untuk menyelenggarakan shalat Jumat. Masjid ini terbilang ramai
karena banyak dimanfaatkan oleh warga serta para santri pondok Aisyah.

"Pondok ini semacam tempat belajar mengaji anak-anak
lingkungan sini. Ada anak kurang mampu, yatim dan orangtuanya broken home,
jumlahnya 20 orang dan dibina oleh H Yayan Badrujaman, kakak saya," katanya.

Ia mengatakan anak-anak yang tidak mempunyai rumah
dipersilahkan tinggal di pondok. Sedangkan mereka yang punya rumah pulang.
Kegiatan mereka sendiri, katanya dilakukan pasca mereka beres sekolah formal
tingkat SMP.

"Setelah sekolah mulai kegiatan sehabis asar sampai jam
09,00 malam dilanjut tahajud dan kajian subuh pagi. Sehari-hari masjid ramai
oleh santri," katanya.

Sejak bangunan masjid berbentuk kakbah ini digunakan banyak
masyarakat yang antusias. Mereka usai melaksanakan salat langsung ingin berswafoto
dengan latar masjid kakbah tersebut. "Pas Idul Fitri banyak yang mudik
kesini dari kota, disini ramai dan ada yang ingin foto," ungkapnya.

Dengan adanya masjid berbentuk kakbah, ia berharap agar
masyarakat bisa terpacu agar ingin melihat kakbah aslinya. Ia pun menambahkan,
jika dana pembangunan menghabiskan Rp 650 juta hingga Rp 700 juta yang berasal
dari dana sumbangan dan donatur.

"Masjid ini yang mahal kaligrafi dan pintu Ka'bah
hampir Rp 100 juta. Kaligrafi bahannya dari kayu waterproof karena
ingin semirip mungkin (dengan Ka'bah). Rangkanya juga besi," katanya. (ROL)