LPLA Nilai Penayangan Paket Pekerjaan di LPSE Abdya Sarat Masalah

Sekretaris Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA), Delky Nofrizal Qutni. | Foto: Dok Pribadi

SEURAMOE BLANGPIDIE –
Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA), menduga, layanan paket pekerjaan yang
dipublis Website Layanan Pengadaan Secara Elektrik (LPSE) Abdya, sarat masalah.

Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Lembaga Pemantau Lelang
Aceh (LPLA), Delky Nofrizal Qutni dalam siaran persnya, yang diterima Seuramoeaceh.com
(3/9/2019)

LPLA menemukan ada yang aneh dalam proses tender 16 proyek
di Dinas Pendidikan. Salah satu keanehan terlihat dari kesamaan isi dokumen
baik berkaitan dengan tenaga ahli, peralatan serta kesamaan jadwal.

“Ini menunjukan Kerangka Acuan Kerja dan Dokumen Pemilihan
terindikasi copy paste tanpa melihat kebutuhan real peralatan dan personil
tenaga ahli yang dibutuhkan,” katanya.

Persyaratan tenaga ahli, jelas Delky, seakan-akan menunjukkan kalau pekerjaan tersebut berkualifikasi besar sehingga membutuhkan banyak tenaga ahli ber-SKT dengan keahlian sama yaitu site enginer, quantity enginer, dan quality enginer. Sementara Pagu hanya Rp 200-600 juta.



“Seharusnya, untuk paket proyek senilai RP 200-600 juta
cukup mengunakan tiga  atau empat tenaga
terampil yang memiliki SKT,” jelasnya.



Berdasarkan Pasal 44 Ayat (9) Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa disebutkan bahwa Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak objektif.

“Paket bernilai Rp 200-600 juta harus menggunakan tiga SKA
ahli teknik gedung merupakan persyaratan diskriminatif, karena itu paket
pekerjaan berkualifikasi kecil,” ungkapnya.

Keanehan lain kata Delky, juga terlihat pada paket pekerjaan Penyelesaian Pembangunan RKB Babahrot dengan nilai Rp 235 juta. Dalam proyek ini disyaratkan delapan orang tenaga ahli, dan tiga diantaranya harus memiliki SKA.



Menurut Delky, berdasarkan Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, pada lampiran 3.4 dijelaskan
bahwa dalam menentukan persyaratan Penyedia, Pokja Pemilihan dilarang menambah
persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak objektif yang dapat
menghambat dan membatasi keikutsertaan pelaku usaha dalam proses pemilihan.

Lebih lanjut Desky menjelaskan, pembuatan syarat diskrimatif
dan mengada-ngada itu bertentangan dengan prinsip pengadaan barang/jasa
sebagaimana diatur dalam bagian ketiga pasal 6 Perpres Nomor 6 Tahun 2018 yang
menyebutkan bahwa Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip efisien, efektif,
transparan; terbuka; bersaing; adil; dan akuntabel.

“Tentunya penerapan syarat yang mengada tidaklah adil dan menghilangkan persaingan sehat, bahkan dapat disinyalir adanya indikasi kolusi dimana syarat-syarat mengada tersebut dapat disinyalir adanya upaya mengarahkan kepada rekanan tertentu yang telah dipersiapkan,” tegasnya.



Jika dilihat Permen PUPR RI Nomor 07/PRT/M/2019 tentang Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia disebutkan bahwa Pekerjaan sampai dengan Rp. 2,5 M tidak diperlukan SKA. Kecuali jika untuk pekerjaan komplek memerlukan penanganan khusus seperti instalasi meja operasi, dan pekerjaan khusus lainnya.



"Untuk itu, kita meminta agar Pokja terkait segera
melakukan adendum syarat personil tenaga ahli agar tidak mengada-ada dan
diskriminatif, ataupun untuk paket pekerjaan yang sedang proses evaluasi lelang
tersebut dilakukan tanpa perubahan syarat personil tenaga ahli maka Pokja
diminta untuk membatalkan lelang tersebut karena dinilai bertentangan dengan
Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan LK PP Nomor 9 Tahun 2018,"
demikian tulisnya. (Julida Fisma)