Kembali Aksi Penolakan Terhadap RUU P-KS Digelar
BANDUNG - Puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Bandung beramai-ramai menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Menurut mereka, poin-poin di RUU ini berbenturan dengan norma-norma di masyarakat.
Aksi yang digelar di Car Free Day, Dago, Bandung, Minggu (21/7/2019) ini dimulai dengan kegiatan long march, kemudian dilanjutkan dengan penyebaran pamflet poin-poin penolakan, orasi, hingga penanda tanganan petisi.
Jurubicara aksi, Andri Oktavianas, mengatakan, penolakan
ini disuarakan bukan karena tidak paham, tapi karena mereka tahu siapa
pengusung dan apa agenda terselubung dari RUU ini.
Andri menjelaskan, kajian bersama para ahli dan
akademisi terkait Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU
P-KS) sudah lama dilakukan di berbagai tempat.
“Kesimpulan dari penelitian-penelitian tersebut adalah
RUU ini berbahaya jika disahkan, karena banyak istilah-istilah yang multitafsir
seperti makna dari kekerasan seksual itu sendiri, yang pada akhirnya akan
menimbulkan masalah baru”, jelas Andri.
Ami, salah seorang peserta aksi menegaskan aksi
penolakan ini bukan untuk kepentingan golongan tertentu, tetapi untuk
kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Masyarakat harus diberikan pencerahan
soal RUU ini.
Dilihat sekilas, RUU ini kata Ami, seolah menawarkan
solusi atas permasalahan yang terjadi disekitar kita. Tetapi kalau ditilik dari
naskah akademiknya terdapat poin-poin yang bermasalah sehingga agenda-agenda
yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial dimasyarakat akan mudah dilegalkan
seperti, zina, prostitusi, bahkan keberadaan kaum homoseksual.
Kalau RUU ini memang memihak kepada rakyat Indonesia,
dalam penyusunan naskahnya pun harusnya lebih memperhatikan kondisi Indonesia
yang memegang nilai-nilai tertentu.
“Tidak bisa kita mengadopsi utuh frame kekerasan seksual
yang di usung PBB, harus di kaji agar tidak bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku di sini,” tambahnya.
Tak hanya dari kalangan mahasiswa, peserta aksi penolakan ini juga datang dari kalangan pekerja dan ibu rumah tangga. Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi-aksi sebelumnya yang telah digelar di berbagai kota, seperti Jakarta, Samarinda, dan Padang.(*)